Unknown

PEMBAHASAN TENTANG BALUTAN

PENGERTIAN
Balutan menurut istilah adalah kain yang dibebatkan pada anggota badan yang sakit atau obat yang diletakkan di atas anggota tersebut.

SYARAT – SYARAT MENGUSAP BALUTAN
Syarat – syarat mengusap balutan, yaitu :
1.    Hendaknya dengan membasuh anggota yang sakit itu dapat membahayakannya.
2.    Meratakan balutan tersebut dengan mengusap, dalam artian wajib membasuh anggotanya yang tidak sakit kemudian mengusap diatas seluruh anggota yang sakit.

HAL – HAL YANG MEMBATALKAN MENGUSAP BALUTAN
Mengusap balutan itu dapat batal disebabkan karena jatuhnya balutan tersebut dari tempatnya. Apabila jatuhnya balutan itu disebabkan sembuh dari sakitnya pada waktu melaksanakan sholat, maka sholat dan bersucinya itu batal. Jika jatuhnya balutan itu bukan disebabkan karena sembuh dari sakit, maka sholatnya batal tapi bersucinya tidak.
'>Henda� k p� p� itu tebal, dalam arti dapat menahan masuknya air kedalamnya.
2.    Hendaknya kaos kaki itu tetap dikaki dengan sendirinya tanpa harus menggunakan tali.
3.    Hendaknya kaos kaki itu tidak transparan sehingga kaki yang terdapat didalamnya kelihatan, atau penutup lain yang terdapat dikaki itu kelihatan.

DALIL TENTANG MENGUSAP SEPATU
Unknown

PEMBAHASAN TAYAMMUM

PENGERTIAN
           Tayammum menurut bahasa adalah bermaksud sengaja. Sedangkan pengertian tayammum menurut istilah syara’ adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan menggunakan debu yang mensucikan.

SYARAT – SYARAT TAYAMMUM
Syarat – syarat tayammum, yaitu :
1.   Wajib menggunakan debu yang suci.
2.   Debunya Tidak musta’mal atau yang sudah dipakai.
3.   Suci dari najis.
4.   Sudah masuk waktu shalat.
5.   Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.
6.   Debunya tidak boleh bercampur dengan yang lain, seperti tepung dan sebagainya.
7.   Tidak ada penghalang antara debu dan dan anggota yang di usap.
8.   Islam

SEBAB – SEBAB TAYAMMUM
Sebab – sebab tayammum, Yaitu :
1.    Tidak adanya air
2.    Sakit atau tidak mampu menggunakan air
Di antara sebabnya bertayammum adalah karena rasa takut akan dinginnya air yang sangat dengan adanya suatu keyakinan yang kuat bahwa dengan menggunakannya itu akan dapat menimbulkan bahaya, dengan syarat ia tidak bisa memanaskan air itu.

3.    Adanya kebutuhan orang tersebut terhadap air, baik kebutuhan untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Bila ia merasa khawatir secara dugaan dan bukan ragu – ragu bahwa dirinya atau orang lain atau binatang yang tidak boleh dibunuh seperti kambing misalnya yang mengalami rasa haus yang mengakibatkan kematian, maka dengan demikian hendaknya ia bertayammum dan memelihara air yang ada padanya. Begitu pula apabila ia membutuhkan air itu untuk mengadon, memasak dan lain sebagainya.

RUKUN / FARDHU TAYAMMUM
Rukun / atau Fardhu  tayammum, adalah :
1.   Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2.   Berniat “sahjaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3.   Menyapu muka sekali.
4.   Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua atau tiga kali.
5.   Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.


SUNNAT TAYAMMUM
Sunnat dalam tayammum, yaitu :
1.    Pertama kali hendaknya membaca  بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ
2.    Bersiwak
3.    Menggoyang – goyangkan kedua tangannya atau meniup kedua tangan itu bila debunya banyak.
4.    Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5.    Hendaknya mengahadp kiblat
6.    Didalam mengusap wajah hendaknya dimulai dari bagian atas.
7.    Didalam mengusap kedua tangannya hendaknya dimulai dari jemarinya.
8.    Muwalat ( segera ) antara mengusap wajah dan kedua tangan.
9.    Merenggangkan jemari tangannya pada setiap awal kali menepakan.
10.  Melepas cincinnya pada saat menepakkan tangan pertama, dan apabila menepakkan tangannya yang kedua maka ia wajib dilepas
11.  Hendaknya jangan mengangkat tangannya dari anggota tayammum (disaat mengusap) sehingga usapannya itu sempurna.
12.  Membaca do’a sesudah tayammum


HAL – HAL YANG MAKRUH DALAM TAYAMMUM
Hal – hal yang makruh dalam tayammum, yaitu :
1.    Membanyakkan debu.
2.    Mengusap setiap anggota tayammum berulang – ulang.
3.    Menggoyang – goyangkan kedua tangannya setelah tayammumnya sempurna.

HAL – HAL YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM
Hal – hal yang membatalkan tayammum, yaitu :
1.    Semua yang membatalkan wudhu’
2.    Hilangnya udzur yang membolehkannya untuk bertayammum.
Misalnya ia mendapatkan air setelah ia tidak memperolehnya atau ia mampu menggunakannya padahal sebelumnya ia tidak mampu.
3.    Terjadinya Riddah ( Keluar dari agama islam )

SEORANG YANG TIDAK MAMPU BERWUDHU’ DAN BERTAYAMMUM
Seseorang yang tidak mampu melakukan wudhu’ dan tayammum disebabkan karena suatu penyakit keras, wajib melaksanakan sholat pada waktunya tanpa wudhu’ dan tayammum. Apabila seorang yang sakit yang tidak mampu berdiri dalam sholatnya, hendaknya ia melaksanakan sholat dalam keadaan duduk. Bila ia tidak mampu maka hendaknya melaksanakan sholat dengan menggunakan isyarat.
Tujuan hal ini adalah untuk menyatakan rasa khusyu’ dan sikap tunduk terhadap alloh swt dalam semua keadaan.
Unknown

KETENTUAN BATAS SEPATU YANG WAJIB DI USAP
Adapun ketentuan batas sepatu yang wajib di usap adalah mengusap bagian yang mana saja pada bagian atas sepatu yang dengannya usapan itu dianggap cukup, walaupun hanya dengan meletakkan jemari tangannya yang basah tanpa melewatkan jarinya, dikiaskan dengan mengusap kepala. Maka mengusap pada bagian selain yang disebutkan itu tidak cukup atau tidak sah, misalnya mengusap bagian sepatu yang terdapat dibagian betisnya atau dibagian belakangnya atau pinggirnya atau bawahnya atau bagian tepi sebelahnya. Berbeda halnya dengan mengusap dibagian mata kakinya, maka yang demikian itu sah. Jika dibagian luar sepatu itu terdapat bulu binatang yang menempel sehingga kulit sepatu itu tidak terkena basah, maka yang demikian itu tidak sah. Begitu pula apabila basahnya itu sampai pada kulit sepatunya sedangkan ia hanya bermaksud untuk mengusap bulu tersebut, maka yang demikian itu tidak sah.

MENGGUNAKAN SEPATU DI ATAS SEPATU LAINNYA
Apabila ada seseorang yang menggunakan sepatu diatas sepatu lain, misalnya kedua sepatu itu terbuat dari kulit yang lembut dan halus, atau menggunakan jurmuq, yaitu alat untuk menutup kaki yang terbuat dari kulit seperti halnya yang biasa digunakan dibagian atas sepatu untuk menjaga sepatu tersebut dari terkena air dan tanah, maka yang demikian itu cukup dengan mengusap sepatu yang paling atas dengan beberapa syarat : Seandainya sepatu luar dan kaos tebal dalamnya tidak kuat atau tidak tahan untuk diusap, maka ia wajib membasuh kedua kakinya, dan tidak sah mengusap sepatu tersebut. Dan jika kaos tebal dalamnya yang tidak kuat untuk di usap, maka hukum yang berlaku adalah sepatu yang bagian luar. Sedangkan kaos yang terdapat dibawah sepatu itu tidak dianggap sebagai sepatu yang memenuhi syarat untuk dianggap sebagai sepatu.
Jika kaos tebal yang terdapat dibawah sepatu itu kuat sedangkan sepatu luarnya tidak kuat atau kedua – duanya sama kuat, maka mengusap sepatu luarnya itu sah, bila di yakini bahwa basahnya air itu sampai pada kaos yang terdapat dibawahnya, dan ia maksudkan dengan mengusap sepatu luarnya itu untuk mengusap kaos tebal yang terdapat dibawahnya (didalamnya), begitu pula apabila ia memaksudkan secara umum (antara luar dan dalam). Sedangkan apabila mengusap dengan maksud untuk sepatu luarnya saja atau kaos tebal dalamnya, sedang airnya tidak sampai pada kaos tebal dalamnya maka usapan itu tidak sah.

TATA CARA MENGUSAP SEPATU YANG DISUNNATKAN ( MASNUN )
Cara mengusap sepatu yang disunnatkan adalah hendaknya ia meletakkan ujung jemari
tangan kirinya dengan renggang dibawah tumit kakinya dan meletakkan ujung jemari tangan kanannya dengan renggang diatas jemari kakinya kemudian menjalankan tangan kanannya itu sampai diujung akhir betisnya dan menjalankan tangan kirinya sampai diujung jemari kakinya bagian bawah sehingga usapan itu membentuk garis – garis.

MASA BERLAKUNYA MENGUSAP SEPATU
Bagi orang yang mukim batas masa berlakunya itu adalah sehari semalam. Sedangkan
bagi seorang musafir maka batas masa berlakunya adalah 3 hari 3 malam. Jika ia bepergian kurang dari jarak ukuran qashar atau perjalanan itu karena suatu kemaksiatan, maka masa berlakunya mengusap sepatu itu sama dengan masa berlakunya seorang yang mukim, yaitu mengusap selama sehari semalam saja. Namun hendaknya perjalanan itu mempunyai tujuan untuk mengecualikan seorang yang bingung tidak tahu arah, karena ia tidak menuju ketempat tujuan yang khusus, maka ia tidak boleh mengusap sepatunya kecuali selama sehari semalam, sebagaimana halnya seorang mukim.
            Sedangkan awal batas masanya itu terhitung sejak awal waktu hadats setelah memakai sepatu itu. Jika ia berwudhu’ kemudian memakai sepatu tersebut pada waktu dzuhur, misalnya, dan wudhu’nya terus berlangsung sampai waktu isya’ kemudian ia berhadats, maka batas masa berlakunya itu terhitung mulai waktu berhadats, bukan mulai waktu memakainya.

HAL – HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM MENGUSAP SEPATU
Hal – hal yang dimakruhkan dalam mengusap sepatu :
1.    Lebih dari sekali
2.    Membasuh kedua sepatunya sebagai pengganti dari mengusap bila dengan membasuhnya itu untuk menghilangkan hadats. Sedangkan apabila dengan membasuhnya itu ia berniat membersihkan saja atau menghilangkan najis yang terdapat padanya tanpa berniat menghilangkan hadats, maka yang demikian itu tidaklah dianggap mengusap, dan setelah membasuhnya itu ia diwajibkan untuk mengusapnya.

HAL – HAL YANG MEMBATALKAN MENGUSAP SEPATU
Hal  - hal yang dapat membatalkan mengusap sepatu, Yaitu :
1.    Terjadinya sesuatu yang mewajibkannya mandi, seperti junub, haid dan nifas.
2.    Terlepasnya sepatu dari kaki, walaupun hanya dengan keluarnya sebagian dari kaki kebagian betis sepatu.
3.    Sobeknya sepatu.
Unknown

SYARAT – SYARAT MENGUSAP SEPATU
Semua yang termasuk dalam kategori sepatu (khuff) adalah sah di usap sebagai pengganti daripada mencuci kaki hingga mata kaki, dengan bebrapa syarat :
1.    Sepatu tersebut hendaknya menutupi kaki hingga kedua mata kakinya.
2.    Tutup sepatu itu hendaknya tidak kurang dari kedua mata kakinya walaupun sedikit. Jika sepatu itu sobek sehingga sebagian dari kakinya kelihatan, maka yang demikian itu tidak sah dipakai untuk keperluan mengusap sepatu. Dengan demikian berarti ia diwajibkan membasuh seluruh kakinya beserta kedua mata kakinya, dimana apabila dalam membasuhnya itu masih tertinggal sebagian kecil dari kaki itu maka batallah wudhu’nya.
3.    Hendaknya sepatu itu memungkinkan untuk dipakai berjalan terus menerus dan memungkinkan untuk digunakan dalam menempuh jarak tertentu. Sedangkan apabila sepatu itu kebesaran sehingga seluruh bagian luar kakinya kelihatan atau sebagian besar dari kakinya itu kelihatan, maka yang demikian itu tidaklah menyebabkan tidak sahnya, selama sepatu itu memungkinkan untuk dipakai berjalan terus menerus.
4.    Hendaknya sepatu itu menjadi hak milik orang tersebut sesuai dengan sifat syara’. Dan apabila sepatu itu merupakan hasil gashab atau hasil curian, maka mengusap sepatu itu tetap sah walaupun memakainya haram, karena haramnya pemakaian dan pemilikan sepatu itu tidaklah dapat menafikan sahnya mengusap sepatu tersebut. Akan tetapi orang yang melakukannya itu berdosa.
5.    Hendaknya sepatu itu suci. Apabila sepatu itu terkena najis yang dapat dima’fu (najis yang dapat dimaafkan), maka yang demikian itu tidaklah membatalkan. Sedangkan apabila sepatu itu terkena najis yang tidak dapat dima’fi, maka mengusapnya tidak sah sebelum disucikan.
6.    Bersucinya itu hendaklah dengan menggunakan air. Oleh karena itu tidak sah memakainya setelah tayammum, kecuali disebabkan karena suatu penyakit.
7.    Pada tempat yang wajib di usap itu hendaknya tidak ada suatu penghalang apapun sehingga dapat menghalangi sampainya air pada sepatu tersebut, seperti cat, lilin adonan dan sebagainya dari jenis sesuatu yang apabila diletakkan dikaki dapat menjadi penghalang sampainya air kepadanya.
8.    Hendaknya orang yang memakai sepatu itu dapat berjalan menempuh jarak tertentu dengan sepatu tersebut. Sehingga apabila sepatu itu terlepas dari kaki ketika ia berjalan ataupun pemakai sepatu itu tidak dapat meneruskan perjalanannya sebelum mencapai jarak yang harus ditempuhnya, maka yang demikian itu tidak sah. Seorang yang menggunakan sepatu itu ada kalanya sebagai musafir dan ada kalanya juga sebagai mukim.
Apabila ia seorang musafir, maka orang tersebut tidak sah mengusap sepatunya kecuali apabila sepatu itu kuat dan kokoh yang memungkinkan bagi  pemakainya untuk berjalan dengan menggunakan sepatu tersebut tanpa harus  menggunakan alas lain selama tiga hari tiga malam. Artinya, bahwa orang itu dapat mondar mandir dengan menggunakan sepatu itu untuk memenuhi keperluannya;  disaat ia beristirahat atau ditengah perjalanan dalam batas waktu tersebut. Dan bukan berarti bahwa ia harus berjalan terus dengan menggunakannya sepanjang jarak itu.
Apabila ia seorang yang mukim, maka ia tidaklah sah mengusap sepatunya kecuali apabila sepatunya itu dapat bertahan dipakai oleh seorang musafir untuk memenuhi kebutuhannya selama sehari semalam dengan memakai sepatu itu. Maka yang menjadi patokan dalam mengukur kuat tidaknya sepatu tersebut untuk dibawa jalan adalah keadaan seseorang yang sedang musafir, walaupun yang mengusap itu adalah seorang yang mukim.
9.    Hendaknya orang tersebut tidak menggunakan sepatu itu diatas balutan. Jika pada kakinya terdapat balutan, dan disaat berwudhu’ ia mengusap balutan tersebut, kemudian ia menggunakan sepatu diatas balutan itu, maka mengusap sepatu tersebut tidak sah.
10.  Hendaknya sesuatu yang terdapat didalam sepatu tersebut, seperti kaki, kaos kaki dan sebagainya itu dalam keadaan suci.
11.  Hendaknya sepatu itu dapat mencegah sampainya air pada kaki apabila air itu dituangkan diatasnya. Akan tetapi apabila ada air yang menyerap dari lubang jahitan, maka itu dima’fu.
Unknown

PEMBAHASAN TENTANG MENGUSAP SEPATU

PENGERTIAN
Mengusap secara Bahasa adalah melewatkan tangannya di atas sesuatu. Sedangkan
menurut istilah syara’ adalah membasahi sepatu yang mempunyai sifat khusus yang memenuhi syarat - syarat.
            Syari’ membolehkan bagi laki – laki maupun perempuan untuk mengusap sepatunya pada saat dalam bepergian atau pada saat mukim dirumah. Mengusap sepatu adalah suatu rukhshah ( kemurahan atau keringanan ) yang diberikan oleh syari’ kepada orang – orang mukallaf.
            Pengertian rukhshah menurut bahasa adalah suhulah yang b artinya kemudahan. Terkadang hukum mengusap sepatu itu menjadi wajib, yaitu apabila ada seseorang yang khawatir ketinggalan waktu sholat bila ia membuka sepatunya dan membasuh kedua kakinya, maka dalam hal ini ia wajib mengusap sepatunya.

PENGERTIAN SEPATU YANG SAH DI USAP
Sepatu yang sah untuk di usap adalah sepatu yang dipakai oleh seseorang di kedua
Kakinya hingga mencapai kedua mata kakinya. Baik sepatu itu terbuat dari kulit, bulu domba, bulu kambing, bulu unta ataupun yang terbuat dari rami. Sedangkan sepatu yang bukan terbuat dari kulit disebut dengan kaos kaki yang dalam bahasa arab ‘amiyah diistilahkan dengan syurrab; dan kaos kaki itu tidak termasuk dalam kategori sepatu yang dimaksud, kecuali apabila kaos kaki tersebut memenuhi 3 hal berikut :
1.    Hendaknya kaos kaki itu tebal, dalam arti dapat menahan masuknya air kedalamnya.
2.    Hendaknya kaos kaki itu tetap dikaki dengan sendirinya tanpa harus menggunakan tali.
3.    Hendaknya kaos kaki itu tidak transparan sehingga kaki yang terdapat didalamnya kelihatan, atau penutup lain yang terdapat dikaki itu kelihatan.

DALIL TENTANG MENGUSAP SEPATU
Unknown

HAL – HAL DIHARAMKAN BAGI WANITA HAID DAN NIFAS
Seorang wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan melakukan :
1.    Berpuasa
Apabila ternyata ia berpuasa, maka puasanya tidak sah. Namun, bagi wanita haid       atau nifas yang telah melewatkan puasa Ramadhan, maka ia harus meng – qadha’ selama        hari – hari haid atau nifasnya. Sedangkan Sholat yang terlewatkan, maka ia tidaklah wajib        meng – qadha’nya, karena Sholat tersebut berulang – ulang disetiap harinya, sehingga dengan demikian akan memberatkannya untuk meng – qadha’nya.

2.    Ber – I’tikaf ( diam dimesjid )
3.    Menjatuhkan Thalaq Kepadanya
4.    Mendekatinya atau menggaulinya ( melakukan seks dengannya )
5.    Ber – istimta ( Menikmati bagian tubuh antara pusar dan lutut )
6.    Melaksanakan Sholat
7.    Menyentuh , Membawa dan membaca Al – qur’an
8.    Menyentuh , Membawa dan membaca Mushaf
9.    Tawaf di baitullah
10.  Memasuki Mesjid
Unknown

PEMBAHASAN TENTANG HAID DAN NIFAS

PENGERTIAN  HAID
Haid adalah darah yang keluar dari qubul seorang wanita yang sehat karena suatu penyakit yang dapat menyebabkan keluarnya darah, bila usianya itu telah mencapai Sembilan tahun ; dan tidak pula disebabkan karena melahirkan :
            Yang dimaksud dengan “darah” adalah yang mempunyai salah satu warna dari kelima
 warna darah, sebagai berikut :
1.    Warna hitam
2.    Warna merah
3.    Warna kuning ke merah – merahan ( pirang )
4.    Warna keruh ( antara warna hitam dan putih )
5.    Warna kuning
Yang dimaksud dengan pernyataan “yang keluar dari qubul seorang wanita” adalah
 yang keluar dari rahim yang paling dalam.

MASA HAID
Yang dimaksud dengan masa haid adalah ukuran masa dimana seorang wanita itu
dianggap sebagai seorang yang haid. Bila kurang atau lebih dari ukuran tersebut maka ia tidak dinamakan wanita haid. Haid itu mempunyai batas awal dan batas akhir. Adapun batas minimal masa haid adalah sehari semalam ( 24 jam ). Apabila wanita itu melihat darah pada dirinya kemudian darah itu berhenti sebelum batas waktunya, maka tidak dianggap sebagai wanita haid.
            Sedangkan batas maksimal masa haid adalah 15 hari. Maka apabila ia masih melihat darah setelah habisnya batas waktu itu berarti darah yang keluar itu bukanlah darah haid. Bila ada seorang wanita yang biasa mengeluarkan darah haidnya selama 3 hari saja atau 4 hari (tapi pada umunya 6 hari), kemudian kebiasaannya itu berubah lalu ia melihat darah setelah hari berikutnya, maka ia dianggap sebagai haid hingga mencapai 15 hari.

BATAS SUCI
            Batas masa suci minimal adalh 15 hari, namun hendaknya masa suci itu terdapat diantara 2 kali darah haid. Sedangkan apabila masa suci itu terdapat diantara darah haid dan nifas, maka tidak terdapat batas minimal, sehingga seandainya darah nifasnya terhenti walaupun hanya sehari, kemudian ia melihat adanya darah, maka darah itu disebut darah haid.
            Ketentuan maksimal masa suci tidak mempunyai batas. Jika darah haid seorang wanita telah terhenti, kemudian ia tidak mengalami haid lagi sepanjang hidupnya, maka wanita itu dianggap suci. Jika pada suatu hari ada seorang wanita melihat adanya darah, kemudian darah itu terhenti dan pada suatu hari yang lain ia melihat adanya, maka wanita itu dianggap haid pada masa terhentinya darah tersebut.

DARAH ISTIHADHAH
Istihadhah adalah keluarnya darah dari rahim bukan pada saat haid dan nifas.

DARAH NIFAS
Darah nifas adalah darah yang keluar ketika seorang wanita melahirkan atau sesaat sebelum melahirkan atau bersamaan ketika melahirkan atau setelah ia melahirkan. Terjadinya darah nifas itu disyaratkan hendaknya darah tersebut keluar setelah rahim itu tidak terisi anak, yaitu dengan keluarnya anak tersebut secara keseluruhan. Jika yang keluar itu masih sebagian daripadanya atau sebagian banyaknya, maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas.
Jika seandainya perut wanita itu dibelah dan anaknya di keluarkan darinya, maka wanita itu tidaklah disebut sebagai seorang yang nifas; sungguhpun masa iddahnya itu berarti telah habis dengan cara yang demikian. Nifas tidak disyaratkan terlihatnya sebagian dari bentuk ciptaan, akan tetapi walaupun ia hanya melahirkan segumpal darah atau segumpal daging, dan bidan memberitahukan bahwa hal itu adalah asal manusia, maka darah yang keluar setelah itu disebut darah nifas. Apabila wanita itu melahirkan 2 anak kembar, maka darah nifasnya itu terhitung sejak anak yang kedua.

MASA NIFAS
Adapun batas maksimal masa nifas itu adalah 40 hari dan sebanyak – banyaknya 60
hari. Sedangkan bersihnya seorang wanita dari darah yang terjadi di antara hari – hari nifasnya, bila berlangsung selama 15 hari, maka yang demikian itu berarti suci. Sedangkan darah yang keluar sebelumnya disebut darah nifas; dan yang keluar sesudahnya disebut darah haid. Jika bersihnya wanita tadi kurang dari 15 hari, maka semua itu disebut nifas.
Jika wanita itu tidak keluar darah sama sekali setelah melahirkan dan darah tersebut tetap tidak keluar selama 15 hari kemudian, maka yang demikian itu berarti suci. Sedangkan darah yang keluar setelah 15 hari disebut sebagai darah haid. Dalam hal ini berarti wanita tersebut tidak mengalami nifas.
Unknown

TANDA – TANDA BALIGH
Tanda –tanda Baligh ada 3 Macam :
1.    Sudah berumur 15 Tahun bagi laki – laki maupun perempuan
2.    Sudah mimpi basah ( keluarnya sperma )
3.    Datangnya Haid ( Bagi perempuan ) Biasanya mencapai usia 9 tahun
Unknown

LARANGAN BAGI ORANG YANG KEADAAN JUNUB
1.    Melaksanakan Sholat
2.    Membaca Alqur’an
3.    Menyentuh Mushaf (Al – qur’an kecil)
4.    Membawa Mushaf
5.    Tawaf
6.    I’tikaf (diam di mesjid)
Sedangkan melewati mesjid, maka itu boleh dilakukan oleh seorang yang junub,  atau wanita yang sedang haid atau nifas tanpa berhenti diam didalamnya dan tidak pula  mondar mandir didalamnya, dengan syarat mesjid tersebut terjaga dari kotoran yang dapat mengotorinya. Jika orang tersebut masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lainnya maka hal itu boleh. Sedangkan apabila ia masuk dan keluar dari satu pintu maka hal itu diharamkan, karena dengan demikian berarti ia telah mondar mandir di dalamnya, sedangkan hal tersebut dilarang. Kecuali apabila ia bermaksud untuk keluar dari pintu lain (bukan pintu yang ia masuki) akan tetapi ternyata ia keluar dari pintu tersebut tanpa sengaja, maka hal itu tidaklah haram.
Unknown

HAL – HAL YANG DISUNNAHKAN DALAM MANDI
1.    Membaca Basmallah bersamaan dengan niat mandi
2.    Membasuh kedua tangan hingga kedua pergelangan tangan
3.    Berwudhu’ dengan sempurna sebelum mandi
4.    Menggosok anggota badan yang dapat dijangkau oleh tangannya setiap kali menyiramkan air.
5.    Muwalat (segera)
6.    Membasuh kepala terlebih dahulu
7.    Mendahulukan anggota badan yang kanan dari pada yang kiri
8.    Menghilangkan kotoran yang terdapat pada badan yang bisa menghalangi sampainya air pada kulit. Seperti cat ,lilin, adonan dll.
9.    Meniga kalikan dalam membasuh
10.  Menyela – nyela rambut dan jemari
11.  Tidak mencukur rambut atau memotong kuku sebelum mandi
12.  Tidak minta bantuan orang lain kecuali karena ada suatu halangan
13.  Menghadap kiblat
14.  Mandi ditempat yang aman dari percikan air
15.  Tidak mengibaskan basah air yang terdapat pada anggota badannya
16.  Tidak berbicara kecuali karena sesuatu yang sangat perlu
17.  Membasuh anggota badan yang diatas dulu sebelum yang rendah.

MANDI SUNNAH
Macam – macam mandi sunnat :
 1.  Mandi pada hari jum’at bagi orang hendak menghadiri shalat jum’at
 2.  Mandi bagi orang yang selesai memandikan mayyit
 3.  Mandi pada hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha
 4.  Mandi bagi orang yang masuk islam dalam keadaan tidak berhadats besar
 5.  Mandi untuk melaksanakan shalat istisqa’, shalat gerhana bulan atau matahari bagi yang
      akan melaksanakannya
 6.  Mandi bagi orang yang sadar dari gila atau pingsan walaupun hanya sejenak
 7.  Mandi ketika berwukuf di ‘arafah
 8.  Mandi ketika berubahnya bau badan disebabkan karena air keringat
 9.  Mandi ketika hendak menghadiri pertemuan untuk kepentinagn kebaikan
 10.  Mandi untuk ber – itikaf
 11.  Mandi untuk masuk ke Madinah
 12.  Mandi pada setiap malam dibulan ramadhan
 13.  Mandi bagi seorang yang memasuki usia baligh dengan cukup umur
Unknown

RUKUN – RUKUN MANDI
1.    Niat
Niat wajib dilakukan ketika awal membasuh anggota badan.

Lafadz Niat Mandi junub





2.    Meratakan air keseluruh bagian luar badan.
Maka hal itu mencakup rambut (bulu) yang berada di atas badan. Rambut itu wajib dibasuh
luar dan dalam, baik rambutnya tipis ataupun tebal. Namun yang wajib itu adalah hendaknya        air tersebut dapat masuk ke celah – celah rambut. Dan air itu tidak wajib sampai dikulitnya bila rambut itu tebal yang tidak dapat ditembus dengan air hingga di kulit. Dan wajib melepaskan rambut yang dianyam apabila anyaman itu dapat mencegah sampainya air kebagian dalam rambut. Apabila rambut itu sangat tebal secara alami tanpa dianyam, maka hal itu dapat di maafkan bila air tersebut tidak sampai kebagian dalamnya. Akan tetapi ia wajib menyampaikan air tersebut ke setiap tempat yang memungkinkan untuk dimasuki air tanpa ada suatu kesulitan, sehingga apabila masih tersisa sebagian kecil dari badannya yang tidak terkena air maka batallah mandinya. Dan ia wajib meratakan air itu keseluruh rongga badan, seperti lubang pusar, tempat bekas luka yang dalam dan sebagainya.Dan ia tidaklah dibebani untuk memasukkan air kedalam lubang yang dalam itu dengan menggunakan pipa, akan tetapi yang diminta dari orang tersebut adalah hendaknya berusaha memasukkan air ke dalam lubang tersebut sebisa mungkin tanpa ada suatu beban yang memberatkan dan tidak pula menyulitkan.
           Dan ia wajib menghilangkan segala sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air tersebut pada bagian bawahnya seperti tepung adonan, cat, lilin dan lain sebagainya. Sebagaimana ia juga wajib melepas cincinnya yang sempit dimana air tidak sampai kebawahnya kecuali dengan melepasnya. Dan seorang wanita wajib menggerak – gerakkan antingnya yang sempit. Jika ditelinganya itu terdapat lubang yang tidak terdapat anting maka tidaklah wajib menyampaikan air kedalamnya, karena yang wajib adalah membasuh sesuatu yang terlihat pada bagian luar badan, sedangkan lubang itu adalah termasuk bagian dalam, bukan bagian luar.
            Dan diwajibkan pula membasuh bagian luar kedua lubang telinga. Sedangkan bagian dalamnya tidak wajib dibasuh. Begitu pula wajib menyampaikan air kebagian yang terdapat dibawah kulit kulup (kulit ujung kemaluan laki – laki yang belum disunat). Apabila membasuh bagian dibawahnya itu tidak mungkin kecuali dengan menghilangkan kulit kulup, maka menghilangkan atau memotong kulit kulup itu adalah wajib. Jika tidak dapat dihilangkan, maka hukumnya adalah sebagaimana hukum orang yang tidak mendapatkan air dan debu untuk tayammum, dan orang tersebut dinamakan dengan orang yang tidak mendapatkan dua hal yang mensucikan. Dengan demikian berkhitan adalah wajib dan berkhitan itu merupakan sebagian dari tuntutan kesehatan pada zaman kita.