SYARAT
– SYARAT MENGUSAP SEPATU
Semua yang termasuk dalam kategori sepatu
(khuff) adalah sah di usap sebagai pengganti daripada mencuci kaki hingga mata
kaki, dengan bebrapa syarat :
1. Sepatu
tersebut hendaknya menutupi kaki hingga kedua mata kakinya.
2. Tutup
sepatu itu hendaknya tidak kurang dari kedua mata kakinya walaupun sedikit.
Jika sepatu itu sobek sehingga sebagian dari kakinya kelihatan, maka yang
demikian itu tidak sah dipakai untuk keperluan mengusap sepatu. Dengan demikian
berarti ia diwajibkan membasuh seluruh kakinya beserta kedua mata kakinya,
dimana apabila dalam membasuhnya itu masih tertinggal sebagian kecil dari kaki
itu maka batallah wudhu’nya.
3. Hendaknya
sepatu itu memungkinkan untuk dipakai berjalan terus menerus dan memungkinkan
untuk digunakan dalam menempuh jarak tertentu. Sedangkan apabila sepatu itu
kebesaran sehingga seluruh bagian luar kakinya kelihatan atau sebagian besar
dari kakinya itu kelihatan, maka yang demikian itu tidaklah menyebabkan tidak
sahnya, selama sepatu itu memungkinkan untuk dipakai berjalan terus menerus.
4. Hendaknya
sepatu itu menjadi hak milik orang tersebut sesuai dengan sifat syara’. Dan
apabila sepatu itu merupakan hasil gashab atau hasil curian, maka mengusap
sepatu itu tetap sah walaupun memakainya haram, karena haramnya pemakaian dan
pemilikan sepatu itu tidaklah dapat menafikan sahnya mengusap sepatu tersebut.
Akan tetapi orang yang melakukannya itu berdosa.
5. Hendaknya
sepatu itu suci. Apabila sepatu itu terkena najis yang dapat dima’fu (najis
yang dapat dimaafkan), maka yang demikian itu tidaklah membatalkan. Sedangkan
apabila sepatu itu terkena najis yang tidak dapat dima’fi, maka mengusapnya
tidak sah sebelum disucikan.
6. Bersucinya
itu hendaklah dengan menggunakan air. Oleh karena itu tidak sah memakainya
setelah tayammum, kecuali disebabkan karena suatu penyakit.
7. Pada
tempat yang wajib di usap itu hendaknya tidak ada suatu penghalang apapun
sehingga dapat menghalangi sampainya air pada sepatu tersebut, seperti cat,
lilin adonan dan sebagainya dari jenis sesuatu yang apabila diletakkan dikaki
dapat menjadi penghalang sampainya air kepadanya.
8. Hendaknya
orang yang memakai sepatu itu dapat berjalan menempuh jarak tertentu dengan
sepatu tersebut. Sehingga apabila sepatu itu terlepas dari kaki ketika ia
berjalan ataupun pemakai sepatu itu tidak dapat meneruskan perjalanannya
sebelum mencapai jarak yang harus ditempuhnya, maka yang demikian itu tidak
sah. Seorang yang menggunakan sepatu itu ada kalanya sebagai musafir dan ada
kalanya juga sebagai mukim.
Apabila
ia seorang musafir, maka orang tersebut tidak sah mengusap sepatunya kecuali
apabila sepatu itu kuat dan kokoh yang memungkinkan bagi pemakainya untuk berjalan dengan menggunakan
sepatu tersebut tanpa harus menggunakan alas
lain selama tiga hari tiga malam. Artinya, bahwa orang itu dapat mondar mandir
dengan menggunakan sepatu itu untuk memenuhi keperluannya; disaat ia beristirahat atau ditengah
perjalanan dalam batas waktu tersebut. Dan bukan berarti bahwa ia harus
berjalan terus dengan menggunakannya sepanjang jarak itu.
Apabila
ia seorang yang mukim, maka ia tidaklah sah mengusap sepatunya kecuali apabila
sepatunya itu dapat bertahan dipakai oleh seorang musafir untuk memenuhi
kebutuhannya selama sehari semalam dengan memakai sepatu itu. Maka yang menjadi
patokan dalam mengukur kuat tidaknya sepatu tersebut untuk dibawa jalan adalah
keadaan seseorang yang sedang musafir, walaupun yang mengusap itu adalah
seorang yang mukim.
9. Hendaknya
orang tersebut tidak menggunakan sepatu itu diatas balutan. Jika pada kakinya
terdapat balutan, dan disaat berwudhu’ ia mengusap balutan tersebut, kemudian
ia menggunakan sepatu diatas balutan itu, maka mengusap sepatu tersebut tidak
sah.
10. Hendaknya
sesuatu yang terdapat didalam sepatu tersebut, seperti kaki, kaos kaki dan
sebagainya itu dalam keadaan suci.
11. Hendaknya
sepatu itu dapat mencegah sampainya air pada kaki apabila air itu dituangkan
diatasnya. Akan tetapi apabila ada air yang menyerap dari lubang jahitan, maka
itu dima’fu.
Posting Komentar